Polres Sanggau SP3 Kasus PETI, Pengamat Hukum : Kebijakan Langgar Atensi Kapolda Kalbar

1 Juni 2023, 20:04 WIB
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih marak di Sanggau /Dokumen/Warta Sambas

WARTA SAMBAS - Belum lama ini Satreskrim Polres Sanggau menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Dusun Tanjung Periuk dan Dusun Sejata, Desa Inggis, Kecamatan Mukok, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Menyoroti terbitnya SP3 kasus PETI yang di keluarkan polres sanggau tersebut, pengamat hukum dan kebijakan publik Herman Hofi Munawar mengatakan, penyidik berwenang untuk menghentikan penyidikan dan kewenangan itu based on the law.

"Kewenangan itu hanya bisa dilakukan jika memenuhi beberapa unsur ketentuan yang telah ditentukan," katanya saat di hubungi melalui WhatsApp, Kamis 1 Juni 2023.

Baca Juga: Jadwal Salat Lima Waktu untuk Kabupaten Kapuas Hulu dan Sekitarnya pada Kamis 1 Juni 2023

Herman Hofi Munawar menerangkan, dalam Undang-undang dan KUHAP pasal 109 menyatakan ada tiga syarat untuk menghentikan suatu penyidikan tindak pidana. Diantaranya Yaitu, tidak ada cukup bukti, perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, dan penyidikan dihentikan demi hukum.

"Penyidik Polres Sanggau melakukan penghentian terhadap beberapa orang yang diduga melakukan aktivitas PETI. Dalam penghentian penyidikan itu, apakah sudah bersandarkan pada ketentuan dalam pasal 109 KUHAP. Apakah salah satu dari persyaratan itu telah terpenuhi? Sehingga dilakukan penghentian, tersangka dilepaskan," tanya Herman Hofi Munawar. 

Dalam hal ini, Ia mengingatkan, jika minimal dua alat bukti sudah ada, dan jelas bahwa PETI merupakan tindak pidana.

"Artinya pasal 109 KUHAP tidak terpenuhi. Jika dikatakan bahwa sudah ada kesepakatan damai lalu tersangka damai dengan siapa? Kasus ini bukan delik aduan, tapi delik umum," ujarnya. 

Baca Juga: Jadwal Salat Lima Waktu untuk Kabupaten Sintang dan Sekitarnya pada Kamis 1 Juni 2023

Pengamat hukum ini menegaskan, menarik apa yang dikatakan Kasat Reskrim Polres Sanggau AKP Sulastri bahwa penyelesaiannya dilakukan melalui restorative justice.

"Pertanyaannya berdamai dengan siapa? Pelapor tidak bisa mencabut laporannya, karena kasus ini adalah delik umum," tegasnya. 

Herman Hofi melanjutkan, dalam peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2021, restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi, yang melibatkan semua pihak terkait.

Prinsip dasar restorative justice, adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.

"SP3 kasus ini, sudah jelas bahwa PETI ini tidak masuk dalam peraturan Kapolri itu," terangnya.

Baca Juga: Jadwal Salat Lima Waktu untuk Kabupaten Melawi dan Sekitarnya pada Kamis 1 Juni 2023

Bang Herman Hofi sapaan akrab pengamat hukum ini menjelaskan, sudah banyak regulasi terkait restorative justice, selain Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021, ada juga Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan. Selain itu, dalam implementasi regulasi maka dibuat nota kesepakatan bersama Ketua MA, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Jaksa Agung.

"Dengan demikian tidak ada unsur restorative justice dalam perkara PETI ini. Kasus PETI bukan hanya pihak perusahaan yang dirugikan, tetapi negara dan masyarakat juga dirugikan. Polisi hendaknya mengkaji kembali terbitnya SP3 tersebut," jelasnya.

Baca Juga: Jadwal Salat Lima Waktu untuk Kabupaten Sekadau dan Sekitarnya pada Kamis 1 Juni 2023

Ia menambahkan, peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020, dengan tegas dikatakan bahwa perkara PETI bukan salah satu perkara yang bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.

"Karena yang dirugikan itu kan negara, bukan pihak perusahaan. Pihak Kejaksaan pun berhak mempertanyakan terbitnya SP3 tersebut," pungkasnya.

Terkait dikeluarkan nya SP3 dari Polres Sanggau terhadap kasus PETI di Sanggau ini, Herman Hofi meminta kepada Kapolda Kalimantan Barat beserta jajarannya untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. 

"Saya harap Kapolda beserta jajarannya tinjau ulang SP3 itu. Bila perlu panggil penyidiknya dan Kasat Reskrimnya terkait SP3 itu, apakah sudah sesuai hukum yang benar. Dan SP3 ini sudah bertolakan dengn atensi 100 hari kerja Kapolda kalbar salah satunya berantas PETI," ujarnya.***

Editor: Y. Dody Luber Anton

Tags

Terkini

Terpopuler