Zaman Sekarang, Begini Bentuk Kekerasan Terhadap Wartawan

28 Desember 2020, 20:36 WIB
wartawan kala melaksanakan tugas jurnalistik /Engin Akyurt/pixabay

WARTA SAMBAS – Pers merupakan pilar keempat demokrasi di Indonesia setelah Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif. Kendati menjadi elemen bangsa, para pekerjanya yang dikenal sebagai wartawan atau jurnalis seringkali mendapatkan kekerasan karena pemberitaan.

Seiring zaman, kekerasan terhadap wartawan pun semakin beragam dari berbagai elemen bangsa ini. Hal tersebut sangat disayangkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), salah satu organisasi profesi yang menaungi wartawan.

Beberapa bentuk Kekerasan fisik yang menimpa wartawan. Di antaranya pemukulan, pengeroyokan, dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan, dialami wartawan yang sedang melakukan liputan, baik dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demonstrasi.

Baca Juga: Bocah Bertelanjang Kaki Curi Uang di Hotel Grand Town, Jumlahnya Fantastis...

"Kekerasan fisik lainnya dilakukan oleh mereka atau orang suruhan yang merasa tidak puas atas pemberitaan,” kata Atal S Depari Ketua Umum PWI, seperti diberitakan JurnalGaya.com dalam artikel berjudul “Kekerasan Terhadap Wartawan karena Pemberitaan, Isu Laporan Akhir Tahun PWI”, Senin 28 Desember 2020.

Siapapun yang melakukan kekerasan, lanjut Atal S Depari, harus diajukan ke pengadilan secara terbuka. “Bukan hanya sekadar minta maaf. Penegakan hukum bisa menggunakan UU Pers, KUHP, atau UU lain," katanya.

Dalam catatan akhir tahun PWI, selama 2020 bukan hanya kekerasan fisik yang dialami para wartawan. “Ada bentuk kekerasan baru terhadap pekerja pers pada era digital saat ini adalah ‘doxing’ atau ‘doxxing’, ujarnya.

Baca Juga: Parodi Lagu Indonesia Raya Juga Hina Soekarno

Atal mengatakan, orang atau orang suruhan atau simpatisan dari orang yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, bukan melakukan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi membuka data pribadi dan keluarga wartawan di media sosial.

Doxing atau doxxing merupakan praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyiarkan informasi pribadi atau identifikasi pribadi tentang seseorang atau organisasi. “Tindakan itu bertujuan untuk membunuh karakter wartawan dengan cara-cara yang tidak benar," kata Atal.

Bentuk kekerasan lain, menurut PWI, peretasan situs yang merupakan bentuk kekerasan lain pada era digital, yakni mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan "hacker" untuk membobol pertahanan website suatu media atau meretas data pribadi wartawan.

Baca Juga: Parodi Lagu Indonesia Raya, Senayan Desak Kedubes Malaysia Lakukan Langkah Konkret

PWI menyesalkan hal itu dan berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.

Tahun 2020 merupakan tahun penuh keprihatinan dengan berbagai peristiwa besar di dunia secara umum maupun di Indonesia sangat berpengaruh terhadap kehidupan pers, khususnya wartawan.

Wabah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menyebabkan berbagai krisis berkepanjangan di semua negara di seluruh dunia.

Krisis tersebut semakin memperparah kondisi perusahaan pers yang sebelumnya telah terdisrupsi dunia digital, khususnya perusahaan platform digital yang semakin masif melakukan ekspansi.

Sejumlah perusahaan media arus utama, khususnya media cetak, paling terkena dampak pandemi Covid-19 dan disrupsi digital sehingga berbagai upaya dilakukan media cetak agar bisa tetap bertahan.

Baca Juga: Keponakan dan Asisten Dewi Perssik Masih Positif Covid-19

Perusahaan media yang sudah tak sanggup lagi bertahan, melakukan penutupan perusahaan dan tentu saja mengakibatkan timbulnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan, termasuk wartawan.

Atal mengatakan bahwa media bisa tetap menjalankan salah satu tugas utama sebagai pilar demokrasi, yaitu mengawal proses demokratisasi, terbukti saat Pilkada Serentak 2020 berlangsung secara sehat dan berbudaya.

PWI kemudian menyerukan pula kepada semua pihak untuk terus berupaya menjaga keberlangsungan kehidupan pers yang merupakan salah satu pilar demokrasi dalam catatan akhir tahunnya.

Baca Juga: Sebelum Dihapus, Sebanyak Ini yang Menonton Video Parodi Lagu Indonesia Raya

Eksistensi keberadaan pers sebagai "fourth estate" atau kekuatan keempat pada era demokrasi ini sangat penting. Pers turut membantu mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, transparan, dan terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

"Menyelamatkan kehidupan pers berarti ikut menyelamatkan kehidupan demokrasi di Indonesia demi masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Demikianlah catatan akhir tahun 2020 PWI Pusat," demikian siaran pers PWI.***(Juniar Rodianur/JurnalGaya.com)

Editor: Mordiadi

Sumber: Jurnal Gaya

Tags

Terkini

Terpopuler