Oposisi Gaya Doang, Fahri Hamzah: Andalannya Media Sosial

- 31 Agustus 2021, 09:16 WIB
Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai oposisi pemerintah saat ini hanya gaya, andalannya media sosial.
Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai oposisi pemerintah saat ini hanya gaya, andalannya media sosial. /Twitter.com/@Fahrihamzah

 

WARTA SAMBAS - Pascapertemuan pimpinan partai koalisi dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada 25 Agustus 2021 lalu, suara partai oposisi makin tidak terdengar.

Seolah menasbihkan kalau partai oposisi sudah benar-benar tidak ada dalam rezim saat ini.

Kritik tajam pun berdatangan kepada partai oposisi, atau paling tidak telah memproklamirkan diri sebagai oposisi.

Salah satu kritik tajam datang dari Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Fahri Hamzah.

Baca Juga: Fahri Hamzah Ingatkan Betapa Sadisnya Bangsa Indonesia dengan Pemimpinnya, Netizen Malah Bilang Sebaliknya…

"Oposisi gaya doang, andalannya media sosial," kata Fahri Hamzah, seperti dikutip WARTA SAMBAS dari akun Twitter resminya @Fahrihamzah, Selasa 31 Agustus 2021.

Fahri Hamzah pun mempertanyakan apa gunanya suara rakyat yang ada pada wakil rakyat dari partai oposisi.

"Nanti bilang 'kami minoritas, kalah voting', yah minta mayoritas mau berapa Pemilu lagi?," cuit Fahri Hamzah.

Ia bahkan mengatakan bahwa partai oposisi ingin menjadi besar, tetapi tanpa ide hingga akhirnya minta suara lagi. 

"Sudah nggak berani, nggak ngerti, nggak kreatif juga," cuit Fahri Hamzah yang memunculkan banyak anggapan kalau ini ditujukan kepada PKS.

Seperti diketahui, partai oposisi pemerintah tinggal PKS dan Demokrat, sementara PAN dikabarkan sudah masuk partai koalisi pemerintah. 

Menurut Fahri, banyak kesalahan memahami oposisi dalam tradisi presidensial yang bermuara pada oposisi kongresional atau lembaga perwakilan

"Jadi nggak usah teriak oposisi, cukup buktikan suara Anda merdeka. Sementara
DPR RI kita kebanyakan satu suara tanpa perbedaan yang nyata," kata Fahri.

Istilah oposisi, kata Fahri, memang tidak dikenal dalam presidensialisme, termasuk dalam UU D1945.

"Sebenarnya oposisi adalah istilah Parlementer. Tapi fungsi oposisi kita sebenarnya ada di legislatif tersebut," jelas Fahri.

Olehkarenanya Fahri mendorong para wakil rakyat atau partai politik yang memiliki wakilnya di Senayan untuk menjalan fungsinya dengan benar.

"Merdekakan mereka dari kungkungan, #DaulatParpol dan kembalikan #DaulatRakyat," kicau Fahri.

Sekarang, lanjut dia, ketika semua terasa dihapus dan di-takedown, maka semua nampak bisa dihentikan.

"Tapi Parpol di DPR RI tidak sadar, bahwa konstitusi menjamin adanya fungsi oposisi dan pengawasan," ujar Fahri.

Sehingga para wakil rakyat mempunyai kekuatan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

"Bahwa ada yang tidak bisa dihentikan, yaitu mulut anggota DPR RI yang dijaga imunitasnya," ucap Fahri.

Ketika Media Massa, Media Sosial sampai mural bisa dihentikan, menurut Fahri, seharusnya hak bertanya Anggota DPR RI tidak bisa dihentikan oleh siapapun.

"Satu mulut Anggota DPR-RI saja bisa bikin banyak berita, apalagi satu fraksi atau partai. Masalahnya mereka juga bingung mau bicara apa?," kata Fahri.

Jadi, jelas Fahri, banyak partai yang tidak mengetahui cara oposisi dalam presidensiil.

"Bicara 'kami oposisi' tapi faktanya parlemen kita sepi dari orang cerewet. Kalau DPR RI sepi artinya sesungguhnya oposisi sudah tidak ada," terang Fahri.

Hanya dengan mengembalikan kedaulatan rakyat, menurut Fahri, oposisi akan tegak di dalam presidensiil.

"Jika seorang Anggota DPR-RI lebih taat kepada kabinet apapun posisi partainya, maka dia nggak paham makna kongresional," lanjut Fahri.

Seorang Anggota DPR-RI yang partainya di luar kabinet, kata Fahri, tetapi tetap mingkem, lebih sulit dimengerti lagi.

"Apa guna imunitas dan kekebalan hukum? (pada Anggota DPR RI-red)," sesal Fahri.

Partai yang tidak diundang ke Istana Negara kemarin, menurut Fahri, hanya sibuk membangun branding 'berada di luar istana dan kabinet'.

Tetapi tidak memahami bagaimana membangun pandangan alternatif dengan menggunakan kekebalan legislatif atau DPR RI. Mereka sama saja sebenarnya.

"Peran pengawasan dan oposisi tidak bisa diserahkan kepada masyarakat sipil ataupun partai baru," tegas Fahri.

Pada dasarnya, menurut Fahri, rakyat tidak bebas mengkritik atau melakukan pengawasan dan itu terbukti sekarang.

"Tetapi suara rakyat di DPR RI sangat berarti dan dahsyat. Inilah yang harusnya kita fungsikan. Jangan malah sibuk pencitraan," kata Fahri.

Ia pun mengajak partai yang mengaku sebagai oposisi untuk mengaktifkan semua Anggota DPR RI masing-masing.

"Suruh mereka menggonggong lebih keras. Hingga suara rakyat yang tak terdengar menjadi nyaring terdengar," kata Fahri.

"Jewerlah eksekutif di seluruh lini dan jangan bersekongkol dengan mereka. Diam kalian adalah sekongkol," sambung Fahri.

Menurut Fahri, rakyat tidak bisa disalahkan karena tidak berfungsinya sistem pengawasan dan oposisi.

Orang-orang yang mendapat mandat dari rakyat dan kekebalan imunitas itu yang harus perang.

"Mana hak bertanya, interpelasi, angket bahkan hak menyatakan pendapatmu," tantang Fahri.

Dalam sistem apapun, kata Fahri, eksekutif selalu ingin mengonsolidasi kekuasaannya, termasuk di sistem demokrasi.

"Makanya pengawasan dan oposisi diperkuat. Mumpung mulut kebal, hajar dong. Toh ketua Mahkamah Kehormatan DPR-RI kan dari oposisi. Berani nggak?," tantang Fahri lagi.

Berani atau tidak itu soal lain, yang jadi masalah, menurut Fahri apakah mengerti atau tidak.

"Ngerti nggak bahwa suara rakyat dalam jabatan kalian bikin kalian kuat? Ngerti nggak bahwa kalian tidak bisa dibungkam?," kata Fahri.

"Ngerti nggak bahwa seharusnya tidak ada batas bagi kebenaran yang kalian bela? Sebab kalau gak ngerti ya bisa apa?," sambung Fahri.

Kekebalan kalian adalah tameng rakyat. Maka harusnya rakyat tidak menjadi korban setelah menunjukkan ketidakpuasan atas jalannya pemerintahan.

"Tapi kalau kalian nggak merasa kuat dengan segala hak dan imunitas, terus rakyat mau apa?," kicau Fahri.

Ia menilai para partai yang tidak diundang ke Istana kemarin mereduksi arti oposisi dengan kalimat 'tidak kebagian kursi'.

"Mereka kita gaji mereka malas-malasan..masak nggak boleh kritik…kalau mereka tumpul kita asah..mereka redup kita nyalakan…ini tugas kita sebagai rakyat," pungkas Fahri.***

Editor: Mordiadi

Sumber: Twitter @Fahrihamzah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah