Oknum Polisi Diduga Perkosa Remaja di Mapolsek Jailolo Selatan, LPSK: Markas Polisi Kini Terkesan Menakutkan

24 Juni 2021, 23:23 WIB
Oknum Polisi Diduga Perkosa Remaja di Mapolsek Jailolo Selatan, LPSK: Markas Polisi Kini Terkesan Menakutkan /Unsplash/Engin Kyurt

WARTA SAMBAS – Kecaman datang bertubi-tubi terhadap ulah oknum Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Briptu NE yang diduga memperkosa remaja putri 16 tahun, di Mapolsek Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

Tidak terkecuali dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Pelaku adalah aparat negara dan lokasi kejadian di rumah negara," sesal Edwin Partogi Pasaribu, Wakil Ketua LPSK, seperti dikutip WARTA SAMBAS dari ANTARA, Kamis 24 Juni 2021.

Menurut Edwin, perbuatan biadab Briptu NE tersebut mencoreng citra Polri. “Bukannya menjadi pelindung, ulah oknum itu membuat citra Polri tercoreng. Markas polisi yang seharusnya aman, kini malah terkesan menakutkan bagi masyarakat," katanya.

Edwin mendesak, proses penegakan hukum terhadap oknum polisi tersebut dilakukan secara transparan. Supaya kepercayaan dan kewibawaan Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dapat pulih kembali.

Baca Juga: Sopir Angkot Perkosa Nenek Buta di Tangerang, Begini Kronologisnya…

Ia juga memastikan LPSK siap membantu Penyidik dalam proses hukum Bripu NE, khususnya dalam memberikan perlindungan terhadap saksi-saksi pada kasus perkosaan remaja putri 16 tahun tersebut.

"Pihak-pihak yang memiliki informasi dan mengetahui kejadian itu dapat bersuara membantu penyidik, tak perlu takut adanya intimidasi atau ancaman," saran Edwin.

Dalam waktu dekat LPSK akan menurunkan tim untuk menemui korban, melakukan asesmen medis dan psikologis serta berkoordinasi dengan Kapolda Maluku Utara untuk mengetahui perkembangan proses hukumnya.

Sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban, korban dapat mengakses layanan dari negara melalui LPSK antara lain perlindungan fisik, rehabilitasi psikologis dan psikososial.

Selain itu, korban juga dapat mengajukan tuntutan ganti rugi (restitusi) terhadap pelaku yang perhitungannya nanti dilakukan oleh LPSK.

Terpisah, Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Nahar mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum menjadi pengayom masyarakat, terutama perempuan dan anak yang merupakan kelompok rentan.

Baca Juga: Rampok dan Perkosa Korbannya, Polisi Buru Pelaku yang Kerap Beraksi di Makassar

"Pemberatan pidana terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara harus diaplikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban,” kata Nahar.

Ia mengapresiasi tindakan tegas yang dilakukan Polda Maluku Utara dengan menetapkan Bripti NE tersebut sebagai Tersangka. “Kami meminta agar aparat penegak hukum dapat memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pinta Nahar.

Jika memenuhi unsur pidana, kata Nahar, maka pelaku dapat dikenakan Pasal 81 Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Karena tersangka merupakan aparat yang menangani perlindungan anak, pidananya dapat diperberat.

Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Maluku Utara, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku Utara, LSM Pendamping Perempuan dan Anak serta Unit PPA. “Untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis termasuk kebutuhan pemeriksaan kandungan di dokter spesialis,” kata Nahar.

Kementerian PPPA, tegas Nahar, akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, mulai dari proses hukum pelaku, hingga pendampingan korban agar tidak menyisakan trauma di kemudian hari.

Berkaca dari kasus ini, peningkatan upaya pencegahan dan pengawasan perlindungan menjadi sangat penting dilakukan oleh semua pihak.

Tidak hanya Sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, tetapi juga sosialisasi tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) penting untuk dilakukan.

Jika ditemukan fakta bahwa pelaku memperkosa korban dengan dalih melakukan pemeriksaan di ruang tertutup, tentunya ini pun tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, di mana anak dalam menjalani pemeriksaan wajib didampingi orangtua, orang dewasa, atau pendamping lain.

“Anak, orangtua, dan masyarakat pada umumnya harus dipahamkan terkait hal ini untuk menutup peluang oknum-oknum melakukan perlakuan salah terhadap anak. Peran pengawasan dari orangtua juga menjadi penting, mengingat korban bepergian tanpa pendampingan orangtua sama saja menempatkan anak dalam situasi rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya,” jelas Nahar.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Sari Yuliati mendesak oknum polisi yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap remaja putri berusia 16 tahun di Maluku Utara dihukum maksimal dan dipecat dari institusi Polri.

"Itu perbuatan tercela yang sangat biadab. Apalagi korban adalah anak di bawah umur dan pelakunya adalah polisi yang seharusnya melindungi masyarakat," kata Sari Yuliati.

Legislator Senayan Daerah Pemilihan (Dapil) NTB 2 Pulau Lombok ini menilai, tindakan Briptu NE tersebut telah mencoreng nama baik Polri. Apalagi kejadian itu berlangsung di Markas Polisi.

Peristiwa itu berawal saat korban bersama temannya berkunjung ke Sidangoli pekan lalu. Karena sudah larut malam, keduanya memutuskan untuk menginap. Namun tanpa alasan yang jelas, keduanya dibawa oknum polisi ke Mapolsek dengan menggunakan mobil patroli.

Setibanya di Mapolsek Jailolo Selatan, korban bersama temannya diperiksa di ruangan terpisah. Dalam pemeriksaan itu, salah seorang korban diduga disetubuhi oknum Briptu NE. Jika tidak menuruti kemauannya, korban diancam bakal dipenjara.

Sari Yuliati mengapresiasi langkah penyidik Polda Maluku Uara yang telah memeriksa para saksi dan sudah melakukan rekonstruksi kasus permosaan yang melibatkan oknum Briptu NE tersebut.

Dalam waktu dekat Berkas Perkara (BP) kasus yang diduga melanggar Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak akan dilimpahkan ke Kejaksaan.

Polisi akan menerapkan Pasal 80, 81 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.

Selain hukuman maksimal yang harus diterima pelaku, Sari Yuliati juga meminta agar tersangka dipecat karena telah melanggar kode etik Polri. "Pecat, hukum seberat-beratnya, Komisi III akan mengawal kasus ini," tegasnya.

Sari Yuliati mengatakan, pelaku harus diberikan hukuman seberat-beratnya, karena sebagai polisi seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat.

"Hukum berat dan harus bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku atau siapa pun yang coba-coba memikirkan apalagi sampai mengulangi perbuatan itu," tutur Sari Yuliati.

Ia juga meminta agar korban diberikan perhatian dan perlindungan maksimal. Lantaran kasus perkosaan ini dapat memberikan efek trauma yang bisa dialami seumur hidupnya.

"Kami juga meminta Komnas HAM dan KPAI serta LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk memantau dengan ketat perkembangan jiwa korban," ujar Sari Yuliati.

Selain itu, Sari Yuliati juga menyerukan agar Polri secara aktif melakukan pembinaan terhadap anggotanya, agar bisa mewujudkan Polisi yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan).

"Di tengah institusi Polri yang sedang berusaha keras memperbaiki citra kepolisian dengan sebaik-baiknya, apa yang dilakukan oknum itu justru menghancurkannya. Oleh sebab itu pelaku harus dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Hal ini jangan sampai menurunkan lagi kepercayaan masyarakat terhadap Polri," kata Sari Yuliati.

Sementara itu, Polda Maluku Utara akan mengajukan Sidang Internal Kode Etik untuk memecat anggota Polri berinisial Briptu NE alias Nikmal yang diduga memperkosa remaja putri berusia 16 tahun di dalam Mapolsek Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat.

"Berdasarkan tindakan pelaku itu, maka Polda Maluku Utara akan memroses pelaku dengan ancaman hukum Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) dan semuanya akan berproses, dan Polri tetap transparan kepada publik dalam kasus ini,” kata Kombes Pol Adip Rodjikan, Kabid Humas Polda Maluku Utara.

Selain itu, lanjut Adib, Polda Maluku Utara tidak akan memberi toleransi kepada seluruh anggota Polri yang melakukan pelanggaran pidana

Dia menyatakan, sesuai pemeriksaan, oknum anggota Polsek Jailolo Selatan itu telah melakukan tindak pidana persetubuhan dan pencabulan pada 14 Juni 2021 sekitar pukul 03.00 WIT.

Kronologis, awalnya diminta untuk melakukan monitoring 2 gadis yang menginap di salah satu penginapan di Sidangoli, dan membawanya ke Mapolsek Jailolo Selatan.

Korban berinisial IN bersama temannya berinisial AC berusia 19 tahun berangkat dengan tujuan Bacan ke Ternate melalui Saketa, dan tiba di Sidangoli dalam kondisi sudah malam dan tidak mendapatkan angkutan pelayaran feri, sehingga menginap di Sidangoli.

Menurut Adip, pelaku Briptu NE telah 7 tahun berdinas di Polri dan melakukan perkosaan terhadap remaja putri itu dalam kondisi sehat dan sadar.

Saat ini Penyidik Diskrimum Polda Maluku Utara telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 saksi serta meminta surat visum et repertum dari dokter dan menetapkan Briptu NE sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Ternate sejak 18 Juni 2021.

Polda Maluku, lanjut Adip, tidak akan memberikan toleransi kepada yang bersangkutan serta akan menempuh jalur dua peradilan, yakni:

  1. Peradilan Umum dengan menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 melalui Pasal 80 dan Pasal 81 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
  2. Sidang Internal Kode Etik Anggota Polri, dalam proses dengan ancaman hukum PDTH

Adip mengatakan, Polri tetap akan transparan kepada public dalam kasus perkosaan anak di bawah umur yang dilakukan Briptu NE tersebut.

Ia mengungkapkan, selain memroses oknum Briptu NE sebaga pelaku, Polda Malutu Utara juga mendalami pihak lainnya yang melakukan pelanggaran terkait kasus tersebut.

Kapolsek Jailolo Selatan, tambah dia, akan menjadi bahan evaluasi dan akan melakukan pemeriksaan sejauhmana yang bersangkutan melakukan fungsinya sebagai pimpinan di tingkat Polsek terkait dengan kasus yang dilakukan bawahannya.***

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler