Bikin Seram, Anoreksia Seksual Bisa Menyerang Wanita dan Pria

- 2 Februari 2021, 14:12 WIB
Bikin Seram, Anoreksia Seksual Bisa Menyerang Wanita dan Pria
Bikin Seram, Anoreksia Seksual Bisa Menyerang Wanita dan Pria /Pixabay

WARTA SAMBAS- Bicara soal anoreksia, mungkin yang langsung terpikirkan adalah orang dengan tubuh super kurus dan takut makan. Ya, hal itu memang benar. Namun, anoreksia seksual yang dibahas di sini berbeda dengan anoreksia gangguan makan.

Kondisi tersebut tak ada hubungannya dengan kurus gemuknya tubuh seseorang meski sama-sama berkaitan dengan rasa takut.

Istilah “anoreksia seksual” pertama kali dipopulerkan oleh seorang pakar bernama Patrick Carnes dalam bukunya yang berjudul Sexual Anorexia: Overcoming Sexual Self-Hatred.

Baca Juga: Hanya 4 dari 10 Korban Berani Laporkan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja di Korea

Kata “anoreksia” berarti ‘kehilangan selera makan’. Jadi, anoreksia seksual adalah kondisi ketika seseorang benar-benar kehilangan nafsu seksnya.

Penderitanya akan terus-menerus takut terhadap keintiman, kontak seksual, dan kenikmatan seksual. Mata dan telinganya akan benar-benar tertutup dari hal yang berkaitan dengan aktivitas semacam itu.

Bahkan, bukan tak mungkin mereka langsung menilai negatif kepada orang lain yang membicarakan atau menampilkan sesuatu yang sedikit vulgar.

Misalnya, individu ini melihat ada wanita mengiklankan pakaian tidur seksi, seperti lingerie, dia langsung memberikan stigma terhadap wanita tersebut.

Edukasi seksual pun dianggap sebagai hal tabu dan merusak generasi meski sebenarnya itu menyimpan tujuan baik.

Baca Juga: Polisi Tangkap Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Istri Komedian Isa Bajaj

Mereka bukannya sama sekali tidak pernah melakukan hubungan seks, lho. Justru mereka pernah merasakannya, lalu malu dan membenci diri sendiri atas pengalaman seksual tersebut.

Karena itulah, menurut Carnes, orang yang paling berisiko mengalami ini adalah orang-orang yang pernah jadi korban pelecehan seksual di masa lalu. Hal itu pun disetujui oleh Gracia Ivonika, M. Psi., Psikolog.

"Pernah merasakan pengalaman negatif terkait seksualitas memang dapat menjadi satu faktor risikonya. Tapi, ini bukan berarti semua orang yang mengalami pengalaman tersebut pasti akan berujung ke anoreksia seksual," jelasnya.

Psikolog Gracia menambahkan, "Tidak harus ada trauma, penyebab takut berhubungan intim juga bisa disebabkan keyakinan irasional tentang seks," katanya.

"Misalnya, punya keyakinan yang kuat akan agama tetapi sejak awal salah membangun persepsi tentang seks. Secara tidak sadar, dorongan seksual yang sebenarnya normal ini malah di-repress," tuturnya. 

Orang dengan gangguan kecemasan juga berpotensi lebih besar untuk mengalami anoreksia seksual.

Tak cuma jijik, mereka akan menolak secara obsesif terhadap apa pun yang berkaitan dengan seks.

Hal tersebut akan mengganggu kehidupan dan hubungannya dengan orang lain. Pria yang terlalu lama mengalami anoreksia seksual juga bisa berujung pada impotensi.

Hingga saat ini, American Psychiatric Association (APA) belum menjadikan kondisi penolakan seks tersebut sebagai diagnosis resmi.

Baca Juga: Sah! Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak akan Dikebiri

Kendati demikian, psikolog atau psikiater tetap dapat memberikan terapi untuk menyembuhkan masalah ini.

Anoreksia seksual pun membutuhkan pengobatan hormonal dari dokter di kondisi-kondisi tertentu.

Jika penyebab utama takut berhubungan intim akibat trauma pelecehan seksual, jalan terapi bisa dipilih untuk pemulihan.

Trauma pelecehan biasanya dibantu dengan terapi untuk membantu klien perlahan bersedia memproses luka itu.

Ketimbang memendam atau mengabaikannya, perasaan tersebut harus diterima dan dijadikan sebagai pengalaman hidup. Penderita trauma juga akan belajar mengambil pelajaran berharga dari pengalaman itu.

"Biasanya, terapi yang digunakan adalah eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), terapi kognitif perilaku (CBT), terapi ekspresif seperti art therapy, serta terapi kelompok dan support group. Semuanya akan dibantu juga dengan stabilisasi emosi dari mindfulness dan relaksasi," katanya.

Terapi yang diberikan tidak bisa memberikan hasil instan. Semuanya berproses dan lama-kelamaan akan memberi efek positif bagi penderitanya.

"Sama halnya seperti menyembuhkan luka, tidak mungkin langsung sembuh, kan? Ada proses untuk menerima pengalaman buruk itu hingga akhirnya sembuh dan fokus pada apa yang ada di depan," tutup Gracia***

Editor: Yuniardi

Sumber: dokter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah