Burung Pelanduk Tak Sengaja Ditemukan di Kalimantan Selatan Setelah Dinyatakan Punah 172 Tahun Silam

3 Maret 2021, 23:20 WIB
Burung Pelanduk Tak Sengaja Ditemukan di Kalimantan Selatan Setelah Dinyatakan Punah 172 Tahun Silam /ANTARA/

WARTA SAMBAS – Burung Pelanduk, satwa endemik Kalimantan bernama latin Malacocincla perspicillata dinyatakan punah pada 1848 atau 172 tahun silam. Namun ditemukan kembali di Kalimantan Selatan pada 2021 ini.

Menurut Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pertama, Balai Taman Nasional (TN) Sebangau, Teguh Willy Nugroho, Burung Pelanduk itu ditemukan secara tidak sengaja oleh 2 warga di salah satu wilayah di Kalimantan Selatan.

Salah seorang di antara mereka merupakan anggota ‘Galeatus’, grup sosial media yang membicarakan tentang seluk beluk burung. Nah Burung yang mereka temukan itu pun dibahas dalam komunitas ini.

Setelah berdiskusi dan ditelaah oleh Tim Admin, mereka kemudian menghubungi ahli burung dari Birdpacker untuk mencari informasi lebih lanjut terkait dengan burung langka yang mereka temukan.

"Terdapat perbedaan mencolok pada anatomi burung yang ditemukan dengan literasi yang ada saat ini, di antaranya pada warna iris mata, paruh, dan warna kaki. Itulah yang membuat identifikasi mengalami kesulitan saat pertama kali melihat morfologi burung ini," ujar Teguh, dikutip WartaSambasRaya.com dari ANTARA, Rabu 3 Maret 2021.

Baca Juga: Dihadiahi Burung Perkutut, Bupati Situbondo Karna Suswandi Lapor KPK

Ia menjelaskan, Burung Pelanduk Kalimantan yang ditemukan sesuai dengan digambarkan ahli ornitologi Prancis, Charles Lucien Bonaparte pada 1850, berdasarkan spesimen yang dikumpulkan pada 1840-an oleh ahli geologi dan naturalis Jerman, Carl A.L.M. Schwaner selama ekspedisinya ke Kalimantan.

Sejak saat itu, tidak ada spesimen atau penampakan lain yang dilaporkan. Selain itu, asal muasal spesimen masih menjadi misteri, bahkan pulau di mana spesimen tersebut diambil juga tidak jelas.

Asumsi awal, bahwa spesimen tersebut diambil di Pulau Jawa pada 1895 bahwa ahli ornitologi Swiss Johann Büttikofer menunjukkan waktu itu Schwaner berada di Pulau Kalimantan.

Spesimen inilah kemudian menjadi spesimen satu-satunya di dunia, sehingga semua rujukan dan deskripsi morfologi burung mengacu kepada satu spesimen tersebut.

Burung penyanyi yang tergolong dalam keluarga Pellorneidae itu, sebelumnya diklasifikasikan Rentan oleh IUCN. Pada 2008, status burung tersebut berubah menjadi “Kurang Data” berdasarkan penelitian terbaru yang menunjukkan kurangnya informasi yang dapat dipercaya.

Baca Juga: 174 Ekor Burung Jalak Kerbau Dilepasliarkan di Hutan Kalbar

Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P 106 Tahun 2018, Burung Pelanduk itu belum masuk satwa dilindungi.

Menurut Teguh, penemuan Burung Pelanduk yang tanpa unsur kesengajaan ini membuktikan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia masih ada pada bagian-bagian terdalam hutan.

Sehingga penting membangun jaringan antara masyarakat lokal, peneliti pemula, peneliti profesional, serta berbagai pihak untuk dapat mengumpulkan informasi tentang keanekaragaman hayati di Indonesia, terutama spesies penting yang memiliki sedikit data. “Jejaring ini dapat berdampak besar bagi kelestarian satwa di Indonesia,” kata Teguh.

Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno saat "media briefing" di Jakarta mengapresiasi dan berterima kasih kepada para citizen science, masyarakat yang bukan peneliti namun sukarela mengumpulkan dan menganalisa data ilmiah.

Ia mengatakan, satwa liar akan sejahtera sepenuhnya apabila hidup di alam habitatnya. Hal itu juga menegaskan bahwa pihaknya memerangi perburuan ilegal satwa liar yang dilindungi.***

 

 

 

 

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler