اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ
“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan (dalam berdakwah) kepadamu. Mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Baca Juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa Hari Ini di Kayong Utara, Selasa 26 Maret 2024
Kedua, Habib al-Najar adalah sosok yang peduli dan memiliki hati yang bersih. Kepribadian al-Najar digambarkan dalam Tafsir al-Baghawi (jilid 7, h. 13-14). Dengan menukil pendapat Wahb, al-Baghawi menjelaskan pekerjaan al-Najar sebagai tukang sutra, yang gemar bersedekah dan membagi harta yang diperolehnya menjadi dua bagian, setengah untuk disedekahkan, setengah lainnya untuk keluarganya. Sedangkan Syaikh al-Thanthawi, dalam Tafsir al-Wasith (juz 12, h. 23), menambahkan bahwa al-Najar memiliki naluri yang sehat, jiwa yang murni, serta hati dan tekad yang tinggi.
Ketiga, Habib al-Najar adalah hamba yang saleh. Keterangan tentang kesalehan al-Najar ini dapat ditemui dalam Tafsir al-Jilani (juz 4, h. 171) karya Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani. Dalam tafsir bercorak tasawuf ini, al-Najar digambarkan sebagai seseorang yang menghambakan dirinya dalam ibadah kepada Allah. Penjelasan lain yang menguatkan pendapat ini datang dari Ibnu ‘Ajibah dalam tafsir al-Bahr al-Madid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid (juz 4, h. 564). Habib al-Najar dicitrakan sebagai lelaki yang beribadah kepada Allah di sebuah gunung.
Keempat, Habib al-Najar bersikap kritis dan cinta pada kebenaran. Ciri ini dideskripsikan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani dalam Tafsir al-Jilani (juz 4, h. 171-172). Sikap kritis yang dimiliki oleh al-Najar tergambar dalam dialognya dengan para utusan Allah di Antiokhia.
Disebutkan dalam tafsir ini, bahwa al-Najar pernah bertemu dengan dua utusan Allah. Ketika kedua utusan tersebut masuk ke Antiokhia, al-Najar mengucapkan salam kepada mereka dan juga bertanya. Pertanyaan al-Najar terfokus pada prinsip-prinsip teologis, seperti pertanyaan tentang: siapa kalian? jika kalian adalah utusan Allah, apa tanda dan bukti bahwa kalian adalah utusan Allah?
Kedua pertanyaan inipun dijawab dan dibuktikan langsung oleh para utusan. Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani meyakini bahwa salah satu dari dua utusan itu adalah Nabi ‘Isa a.s. Atas pertanyaan yang diajukan oleh Habib al-Najar, kedua utusan menjawab dan membuktikan bahwa mereka merupakan utusan Allah, dibuktikan dengan kemampuan menyembuhkan anak lelaki Habib al-Najar yang telah lama sakit dengan mengusap tubuhnya.
Setelah pembuktian sekaligus jawaban atas pertanyaan yang diajukannya, Habib al-Najar percaya dan beriman kepada Allah, lalu menyibukkan dirinya dengan beribadah kepada Allah. Sebagai informasi tambahan, tentang tanda kenabian yang terdapat pada dua utusan, Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani menyebut bahwa kedua utusan tersebut juga dapat menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan penyakit kusta.
Baca Juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa Hari Ini di Ketapang, Selasa 26 Maret 2024
Kelima, Habib al-Najar adalah seorang pemberani yang berdiri di atas dasar keimanan. Ketika para utusan Allah berdakwah ke dalam kota, al-Najar kemudian mengetahui bahwa kaumnya (penduduk Antiokhia) mengingkari dakwah para utusan, bahkan mereka bersepakat untuk membunuh kedua utusan tersebut. al-Najar kemudian bergegas menuju tempat bertemunya kedua rasul dengan penduduk Antiokhia. Di sana, al-Najar datang dan melihat kedua utusan tersebut berhadapan dengan orang banyak.