Pembatasan Pertemuan Pengacara dan Klien di Tahanan KPK Tuai Kritikan

- 8 Januari 2021, 16:05 WIB
Ilustrasi Gedung KPK.
Ilustrasi Gedung KPK. /ANTARA FOTO/Benardy Ferdiansyah/

WARTA SAMBAS RAYA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membatasi pertemuan antara pengacara dan kliennya, tersangka atau terdakwa di dalam tahanan.

Salah satu pengacara senior Maqdir Ismail dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat 8 Januari 2021, dikutip dari Antara, menilai kebijakan pembatasan itu tidak berpihak pada kepentingan perlindungan hak asasi tersangka atau terdakwa.

Bahkan, ada beberapa advokat yang tidak mendapatkan akses untuk bertemu dengan klien secara fisik, kecuali pada saat pemeriksaan sebagai tersangka dalam penyidikan atau pemeriksaan terdakwa dalam proses persidangan.

Baca Juga: Kasus Korupsi Mensos Juliari, KPK Panggil Robin Saputra

Meskipun KPK masih memperkenankan kuasa hukum melakukan pertemuan secara virtual dengan kliennya, menurut dia, tetap menjadi kendala karena dibatasi oleh waktu.

Maqdir pun memaklumi pembatasan pertemuan fisik kuasa hukum dengan kliennya merupakan upaya KPK dalam memutus mata rantai Covid-19.

Akan tetapi, faktanya tidak sedikit petugas KPK yang terinfeksi virus tersebut dan kemungkinan besar menulari tahanan yang ada di dalam.

"Saya baru mendapat kabar dari pihak rutan bahwa salah seorang klien kami dibawa ke Wisma Atlet karena dari hasil tes positif Covid-19," tuturnya.

Menurut Maqdir, kebijakan ini membuat penasihat hukum tidak bisa melaksanakan kewajiban untuk mendampingi klien secara maksimal dalam melakukan pembelaan.

Dia pun menyarankan agar kebijakan itu perlu diatur ulang.

Baca Juga: Menurut Pengamat, Ini Alasan Presiden Jokowi Bebaskan Abu Bakar Ba'asyir

"Semua tersangka yang berada dalam tahanan boleh dikunjungi oleh pensihat hukum, tentu dengan menggunakan protokol kesehatan, termasuk di antaranya menyertakan hasil tes swab PCR atau tes antigen," ucapnya.

Menurut Maqdir, perintah penahanan harus dikembalikan pada makna yang terkandung dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP karena tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan perbuatan pidana berdasarkan bukti yang cukup dan ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti yang bisa ditahan.

"Di luar itu tidak boleh. Artinya, harus ada pembatasan pelaksanaan kewenangan penahanan," katanya.

Baca Juga: Kuasa Hukum Nilai Penyelidikan dan Penyidikan Habib Rizieq Tidak Relevan

Dengan dipraktikkannya ketentuan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP itu, kata dia, segala bentuk penahanan sebelum ada proses persidangan tidak perlu dilakukan.

"Ini akan berdampak berkurangnya tahanan dalam rumah tahanan negara yang sekarang sangat melebihi kapasitas dan daya tampung rumah tahanan negara," kata Maqdir.***

Nb: Untuk mengetahui berita seputar kilas balik atau kaleidoskop 2020 dan peruntungan di tahun 2021 (shio kerbau), dapatkan informasinya di Warta Sambas Raya yang akan selalu menjadi referensi informasi terkini bagi Anda.

Editor: Suryadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x