Banjir Kalsel Karena Luasan Hutan Alam Berkurang Drastis Sejak 1990

20 Januari 2021, 17:07 WIB
Rombongan mobil Jokowi menerjang banjir Kalsel sebelum memantau jembatan Pakuaman di Banjar, Kalimantan Selatan. /Tangkapan layar - YouTube Setpres

WARTA SAMBAS – Berkurangnya luasan hutan alam menjadi penyebab utama banjir yang melanda Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun ini. Bayangkan saja, hanya dalam kurun 29 tahun sejak 1990 hingga 2019, berkurang hingga 62,8 persen.

Kondisi luasan hutan alam seperti itu tidak sanggup menampung atau menyerap air akibat tingginya intensitas hujan di Kalsel yang mencapai 461 milimeter (mm) sejak 9 hingga 13 Januari 2021.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL KLHK), Karliansyah mengakui, dari evaluasi terhadap lokasi banjir di sepanjang alur Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, kondisi infrastruktur ekologisnya sudah tidak memadai.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul “Curah Hujan Tinggi dan Infrastruktur Ekologis yang Tak Memadai, Jadi Penyebab Utama Banjir di Kalsel”, DAS Barito, Kalsel meliputi wilayah seluas 1,8 juta hektare dari total 6,2 juta hektare.

Berdasarkan data KLHK, per 2019 luas hutan hanya 18,2 persen dari wilayah DAS Barito Kalsel. sisa didominasi pertanian lahan kering 21,4 persen, sawah 17,8 persen dan perkebunan 13 persen.

KLHK mencatat, penurunan luas hutan alam sejak 1990 sampai dengan 2019 mencapai 62,8 persen, dengan penurunan luas hutan terbesar terjadi pada periode 1990 sampai 2000.

Baca Juga: Gratis Nelpon dan SMS Pakai Telkomsel untuk Korban Banjir Kalsel

Pada 1990 luas hutan di daerah tersebut 803.104 hektare. Sedangkan pada 2019 tersisa 333.149 hektare. Sementara luasan kawasan non-hutan pada 1990 mencapai 1.025.542 hektare, bertambah menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.

Selain kondisi infrasktruktur ekologis yang tidak memadai tersebut, Karliansyah mengatakan, terdapa faktor lain yang menyebabkan banjir besar di Kalsel saat ini, yakni anomali cuaca. Intensitas hujan kemarin lebih tinggi dibandingkan rata-rata hujan bulanan yang hanya mencapai 394 milimeter pada Januari 2020.

Hal itu juga yang membuat 2,08 miliar meter kubik volume air masuk ke DAS Barito di Kalsel yang kapasitas normalnya hanya 238 juta meter kubik.

Baca Juga: Gunung Mas Puncak Dihantam Banjir Bandang, Puluhan Rumah Warga Dipenuhi Lumpur

Akibatnya, sistem drainase tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar, dengan kondisi daerah banjir berada di pertemuan dua anak sungai.

Selain itu, daerah tersebut juga merupakan wilayah datar dan elevasi rendah. Sehingga menjadi daerah akumulasi air dengan tingkat drainase rendah.

“Kami juga menyoroti bagaimana beda tinggi hulu dan hilir sangat besar. Sehingga suplai air dari hulu dengan volume besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir,” kata Karliansyah.

Baca Juga: Banjir Aceh, 6 Kecamatan di Kabupaten Pidie Terendam Air Setinggi 70 Centimeter

Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS, KLHK, Saparis Soedarjoto mengatakan, permasalahan lain di lokasi banjir Kalsel saat ini adalah profil wilayah, yang membuat air tidak bisa mengalir dengan baik. "Karena kondisi daerah relatif datar, artinya tidak mudah teraruskan," jelasnya.

Ia juga mengatakan bahwa KLHK terus berusaha melakukan rehabilitasi lahan kritis di kawasan tersebut. Namun demikian, dirinya menyebut curah hujan di atas normal memang menjadi faktor utama penyebab banjir di daerah itu saat ini.***(Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Mordiadi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler