Tudingan Radikalisme, Din Syamsuddin : Sangat Tidak Kaget, yang Dituduhkan Itu Tidak Faktual

22 Februari 2021, 17:13 WIB
Din Syamsuddin /

WARTA SAMBAS - Menyangkut tudigan radikalisme pada dirinya, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, akhirnya buka suaran dengan menyatakan hal tersebut tidak sesuai dengan faktanya.  

 

"Sangat tidak kaget, pertama karena saya meyakini apa yang dituduhkan itu tidak faktual, baik secara subjektif saya rasakan itu bukan jati diri atau watak saya untuk bertindak radikal," ujar Din Syamsuddin secara ekslusif di kanal YouTube Karni Ilyas Club melansir dari tasikmalaya.pikiran-rakyat.com dalam artikel Akui Tak Kaget Soal Tuduhan Radikalisme, Din Syamsuddin: Radikal Itu Bisa Punya Arti Positif, Senin, 22 Februari 2021. 

"Apalagi kegiatan saya selama ini adalah kebalikan dari radikal, walaupun saya tidak setuju dengan deradikalisasi,” sambungnya. 

Baca Juga: Miliki Daerah Rawan Karhutla, Presiden Jokowi Minta Kepala Daerah Bertindak Tegas

"Dalam bernegara harus radikal, berpegang pada dasar negara, cuma sekarang ada distorsi ya, dipakai dalam makna pejorative (perubahan makna menjadi lebih rendah),” sambungnya.

Lebih lanjut, dalam kesempatan tersebut, Din Syamsuddin juga menyebut bahwa tuduhan ini bukan merupakan hal yang baru karena tuduhan radikalisme itu sudah sejak lama diarahkan pada dirinya, yakni sudah sejak setahun yang lalu.

Ia lantas menyampaikan bahwa patut diduga pihak yang menudingnya radikal itu merupakan pihak yang sama dengan orang memasang spanduk di kampus ITB untuk memecat dirinya dari keanggotaan Majelis Wali Amanat (MWA) karena tuduhan radikal.

Baca Juga: Pengurus PKS Diisi oleh Kaum Muda dan Perempuan

Tak hanya itu Din Syamsuddin juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi anggota MWA melalui melalui undangan yang didapatkannya sebagai wakil dari masyarakat yang kemudian dipilih bersama dengan beberapa calon anggota pilihan lainnya.

Ia lantas menduga memang sejak awal dirinya masuk ke MWA, bahwa sudah ada pertarungan ideologis yang ia rasakan.

Din memaparkan, jika pertarungan ideologis masih tetap berlangsung hingga saat ini, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka bagi bangsa.

Baca Juga: Dukung Vaksinasi Nasional, Gubernur Jabar Maksimalkan Gedung Olahraga

“Ini suatu malapetaka bagi bangsa, kalau di kampus-kampus kita, termasuk di pusat kepemimpinan akademik masih muncul lagi seperti itu. Ini sudah lagu lama, di UI, di ITB, Gajah Mada,” ujarnya.

Lebih lanjut, Din Syamsuddin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pertarungan ideologis itu adalah antara islam dan non islam yang kembali mencuat setelah memasuki era reformasi.

Namun, kali ini tak hanya berseberangan dengan non muslim, bahkan sesama muslim, menurutnya, saat ini banyak yang berbeda ideologi atau kepentingan.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Integrasikan Pelabuhan dengan Pusat Kegiatan Perikanan

“Yang seberang sana juga muslim, kadang kala muslim yang taat, tapi ideologi politiknya bukan kepada kepentingan umat islam. Apalah disebut nasionalis, sosialis, bahkan mungkin juga komunis atau sekuler, liberal, lain sebagainya,” terangnya.***

 

Editor: Yuniardi

Sumber: tasikmalaya.pikiran-rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler