Terdakwa Mangkir dalam Sidang, Pengamat : Proses Hukum Korupsi Waterfront Sambas Perlu Transparansi

- 1 Juli 2024, 08:58 WIB
Kolase foto pengamat hukum dan kebijakan publik Herman Hofi Munawar dan suasana sidang perkara korupsi Waterfront Sambas
Kolase foto pengamat hukum dan kebijakan publik Herman Hofi Munawar dan suasana sidang perkara korupsi Waterfront Sambas /Dody Luber/Warta Pontianak

Sementara pada agenda persidangan tersebut Pak Nosin sebagai ahli yang dihadirkan JPU menyatakan, bahwa setiap adanya perubahan di dalam kontrak, termasuk pergantian PPK harus melalui proses addendum terlebih dahulu.

Kelima, fakta yang disampaikan selama persidangan adalah longsor yang terjadi pada pekerjaan, salah satunya dikarenakan adanya keadaan kahar berupa angin kencang di daerah tersebut, dan dibuktikan dengan laporan dari BMKG Sambas.

Baca Juga: Ini 5 Tips Menggoreng Ayam Agar Tidak Berdarah, Yuk Dicoba!

Keenam, pada sidang tindak pidana korupsi pekerjaan renovasi kawasan Waterfront Sambas pada agenda saksi-saksi ahli yang meringankan menyatakan bahwa perkara ini adalah ranah perdata.

Ketujuh, penyebab timbulnya kerugian negara yang didakwaan Kejari Sambas kepada Direktur CV. Zee Indo Artha Hermansyah sebagai pemenang tender proyek adalah dikarenakan adanya pengalihan pekerjaan sebagian/seluruhnya kepada orang lain, yang mengakibatkan adanya kesalahan metode kerja, sehingga pekerjaan tersebut tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

Kedelapan, seharusnya sanksi yang dibebankan kepada perusahaan pelaksana pekerjaan adalah sanksi perdata berupa pengembalian kerugian negara dengan mekanisme ganti rugi, yakni memperbaiki kawasan rusak akibat longsor.

Kemudian poin kesembilan, berdasarkan fakta persidangan, ahli menilai laporan inspektorat yang menjadi dasar dakwaan ini berkedudukan sebagai bukti yang kurang sempurna, perlu didukung dokumen-dokumen lain, saksi yang menguatkan dan membenarkan dakwaan tersebut.

Dalam keterangannya, ahli menyampaikan dasar yang disajikan pada persidangan harus merupakan bukti yang sempurna, sehingga tidak terbantahkan dan bisa menjadi dasar hakim memutus perkara tersebut.

Adapun pada perkara tipikor, salah satu bukti yang sempurna adalah surat keputusan dari BPK RI sebagaimana amanat dari UUD pasal 23E, Undang-undang 15 tahun 2004 tentang BPK, pasal 13 Peraturan BPK, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2016 angka 6. Sehingga pada kesimpulannya, saksi ahli menyatakan bahwa setiap declare tanpa melalui BPK sebagai badan yang diamanahkan oleh negara berakibat tidak sempurna.***

Halaman:

Editor: Y. Dody Luber Anton


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah