Sah! Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak akan Dikebiri

- 4 Januari 2021, 10:32 WIB
Pemerintah mengesahkan PP terkait hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.
Pemerintah mengesahkan PP terkait hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. /dp3akb.jabarprov.go.id

WARTA SAMBAS – Pelaku yang terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak, akan dikebiri. Tetapi bukan kebiri biasa atau dikenal dengan pemotongan alat kelamin. Melainkan kebiri kimia, yakni memasukkan bahan kimia yang bersifat antiandrofen ke tubuhnya.

Kebiri kimia tersebut akan dilakukan terhadap pelaku kejahatan seksual anak, menyusul sudah ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 (PP 70/2020) tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitas dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Dikutip dari ANTARA, PP 70/2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 7 Desember 2020 itu merupakan aturan turunan dari dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 (UU 17/2016) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Baca Juga: Perdalam Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI, Komnas HAM Panggil Polisi Lagi

PP 70/2020 tersebut mengatur berbagai cara mengenai pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitas dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Misalnya pada Pasal 5 disebutkan, tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Tindakan ini dilakukan berdasarkan penilaian klinis yang diatur dalam Pasal 7 sebagai penjabaran Pasal 6 huruf a.

Penilaian klinis tersebut dilakukan petugas berkompeten melalui wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk melakukan ini, mekanisnya berupa Kementerian di bidang hukum memberitahukan ke jaksa paling lambat 9 bulan sebelum terpidana selesai menjalani pidana pokok.

Baca Juga: Beli Obat Kuat Tak Mujarab, Pria Ini Ancam Penjualnya dengan Pisau…

Kemudian dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah pemberitahuan disampaikan, jaksa menyampaikan pemberitahuan dan berkoordinasi dengan kementerian di bidang kesehatan untuk menilai klinis; dan penilaian klinis dimulai paling lambat tujuh hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan.

Selanjut pada Pasal 8 PP 70/2020 tersebut memuat kesimpulan penilaian klinis untuk memastikan pelaku persetubuhan layak atau tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia. Adapun kesimpulan itu disampaikan kepada jaksa paling lambat 14 hari kerja sejak diterima pemberitahuan dari jaksa.

Sedangkan pelaksanaannya diatur dalam Pasal 9, khususnya ayat c tentang pelaksanaan tindakan kebiri kimia sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Hal itu dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok.

Baca Juga: Ogah Disuruh Ganti Foto Profil Facebook, Cowok Ini Tendang Mulut Pacarnya sampai Berdarah…

Adapun isi Pasal 9, di antaranya tindakan itu dilakukan setelah kesimpulan pelaku persetubuhan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia yang dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak diterimanya kesimpulan.

Kemudian jaksa memerintahkan dokter untuk melaksanakan tindakan kebiri kimia kepada pelaku persetubuhan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok, tindakan ini dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk, dihadiri jaksa, perwakilan kementerian di bidang hukum, kementerian di bidang sosial, dan kementerian di bidang kesehatan.

Baca Juga: Hanya Gara-Gara Saling Ejek di Medsos, MDF Buat dan Unggah Video ‘Parodi Lagu Indonesia Raya’

Bila ada kesimpulan pelaku tidak tidak layak dkebiri kimia maka pelaksanaan hukuman itu ditunda paling lama enam bulan (Pasal 10 ayat 1) dan dilakukan penilaian klinis ulang.

Jika disimpulkan lagi pelaku persetubuhan tidak layak maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang.***

 

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah