Kritik Pemerintah, Rezim Jokowi dan SBY Dibandingkan

14 Februari 2021, 06:00 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). /Instagram @jokowi/

WARTA SAMBAS – Kritik yang disampaikan kepada pemerintah merupakan salah satu cara untuk menjaga berjalannya iklim demokrasi di Indonesia.

Partai Demokrat membandingkan rezim Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkenaan dengan adanya sistem demokrasi yang berjalan.

Kritikan kepada pemerintah diharapkan bisa dilakukan secara objektif serta sesuai fakta karena bisa menjadi masukan vital bagi perbaikan kebijakan publik.

Wasekjen Partai Demokrat, Renanda Bachtar menyebutkan, dulu SBY tidak pernah memenjarakan warganya yang menyampaikan kritik kepada pemerintahan SBY.

Baca Juga: Polisi Periksa Belasan Perusahaan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Ikan Arwana di Kapuas Hulu

Renanda Bachtar mengatakan, kritikan yang disampaikan warga dianggap SBY sebagai alat navigasi untuk membantu mengontrol arah kebijakannya.

"Berbeda dengan era SBY yang tak pernah merepresi rakyat yang mengkritiknya dan terbukti selama 10 tahun tak ada satupun warga pengkritiknya yang dia penjarakan," kata Renanda Bachtar dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, Sabtu 13 Februari 2021.

Kata dia, SBY percaya bahwa negara tidak boleh berperan sebagai 'polisi galak' terhadap rakyatnya sendiri.

Baginya, kritik adalah 'obat' dan alat navigasi untuk membantu pemerintah melakukan kontrol pada arah kebijakannya. Itu semua demi terciptanya 'check and balance'.

"Tanpanya, pemerintah bisa saja salah arah dan menutup telinga pada keinginan rakyatnya," ujar Renanda Bachtar.

Berkenaan dengan permintaan Jokowi yang menyebutkan, warga bisa menyampaikan kritikannya, Renanda Bachtar menyebutkan, banyak rakyat yang tidak percaya bahwa pemerintah tulus meminta masyarakat untuk mengkritik.

"Banyaknya anggota masyarakat yang ditangkap, diproses dan dipenjarakan adalah bukti demonstratif bahwa pemerintah kita saat ini antikritik," ungkapnya.

Beberapa waktu lalu Presiden RI Joko Widodo mengimbau agar masyarakat aktif dalam memberi kritik pada pemerintah.

Menanggapi hal tersebut Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK, turut menyampaikan pendapatnya.

Baca Juga: 5 Provinsi dengan Tingkat Kesembuhan Pasien Covid-19 Tertinggi di Indonesia, Nomor 4 di Luar Dugaan...

Komentar Jusuf Kalla pada pernyataan Jokowi dimulai dengan pembahasan terkait turunnya indeks demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini.

"Demokrasi kita terlalu mahal. Akhirnya, demokrasi tidak berjalan dengan baik," kata Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla pun menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang pejabat pemerintahan diperlukan modal yang tidak sedikit. Itulah mengapa demokrasi dikatakan mahal.

"Untuk menjadi anggota DPR butuh berapa, menjadi bupati dan menjadi calon pun butuh biaya. Minta maaf, tentu karena dipilih oleh partai, biayanya pun bermacam-macam juga," kata Jusuf Kalla.***Amir Faisol/pikiran-rakyat.com

 

Editor: Suryadi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler