Jemaah Ahmadiyah Masih Eksis di Kabupaten Sintang, Sudiyanto: Kami Menginginkan Ada 'Win Win Solution'

8 Agustus 2021, 02:52 WIB
Rapat Pembahasan tentang Jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang /ANTARA/

WARTA SAMBAS - Kendati sudah dilarang, Jemaah Ahmadiyah masih eksis di Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.

Aktivitas Jemaah Ahmadiyah ini mendapat penolakan keras dari warga Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang. 

Alhasil, Jemaah Ahmadiyah pun meminta perlindungan kepada Pemerintah Kabupaten Sintang sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Baca Juga: Profesor Henry Subiakto Nilai Pemuka Agama Gagal, Kambinghitam?

Wakil Bupati Sintang, Sudiyanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten Sintang terus membangun dialog dengan semua pihak terkait Jemaah Ahmadiyah tersebut.

Beberapa solusi ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan antara Jemaah Ahmadiyah dengan warga di sekitar pusat aktivitas organisasi yang didirikan Ghulam Mirza Ahmad ini. 

"Kami menginginkan ada 'win win solution' untuk mengatasi masalah ini,” kata Sudiyanto, seperti dikutip WARTA SAMBAS dari ANTARA, Minggu 8 Agustus 2021.

Beberapa solusi yang perlu didiskusikan, menurut Sudiyanto, terkati pemindahan rumah ibadah Jemaah Ahmadiyah.

"Pemindahan rumah ibadah merupakan solusi yang tepat dan biayanya ditanggung Pemerintah Kabupaten Sintang," kata Sudiyanto.

Sementara lokasi rumah ibadah Jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, lanjut dia, bisa diberikan kepada umat Islam sekitar.

Sudiyanto meminta Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) terus berkomunikasi dengan semua pihak secara humanis.

Komunikasi dengan pihak Jemaah Ahmadiyah dan warga sekitarnya itu perlu dilakukan secara berkelanjutan sebelum pemerintah mengambil keputusan akhir.

"Sampaikan kepada mereka solusi yang kita miliki. Sehingga nanti solusi dan keputusan yang kita ambil bisa diterima oleh kedua belah pihak," jelas Sudiyanto

Setelah itu, lanut dia, barulah Pemerintah Kabupaten Sintang mengadakan rapat kembali untuk merumuskan keputusan secara tertulis.

"Saya ingin kita mengayomi semua pihak. Saya ingin persoalan ini tidak panjang. Kita tidak bertele-tele dalam menyelesaikan masalah ini," tegas Sudiyanto.

Pemerintah Kabupaten Sintang, kata Sudiyanto, harus netral dan mendengarkan kedua belah pihak lalu mengambil keputusan yang bijak dan tepat.

"Memang tidak mudah mengambil keputusan yang tepat. Tetapi saya ingin masalah ini bisa diselesaikan," kata Sudiyanto.

Dalam menyelesaikan masalah tersebut, tentunya dengan hasil yang tidak membuat masing-masing pihak merasa dirugikan.

"Mencubit tidak sakit, mengalah belum tentu kalah. Itu yang penting," ucap Sudiyanto.

Sementara itu, Kasat Intel Polres Sintang, AKP Hilman Malaini mengaku terus mamantai situasi dan konsidi di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak.

“Kami dari Kepolisian ingin memastikan, jangan sampai terjadi tindak pidana, dan menjamin kondusifitas di tengah masyarakat," kata Hilman.

Sedangkan Kepala Staf Kodim Sintang, Mayor (Inf) Amri Marpaung menyarankan MUI dan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sintang memperkuat pembinaan umat di Desa Balai Harapan.

Ketua MUI Kabupaten Sintang, H Ulwan mengaku mendukung upaya untuk mencari persoalan terkait Jemaah Ahmadiyah ini, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

“Dalam SKB Tiga Menteri, Jemah Ahmadiyah tidak boleh menyebarkan ajarannya," jelas Ulwan.

Menurut Kabag Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sekretariat Daerah (Setda) Sintang, Hartati, perlu kiranya dikeluarkan aturan untuk memberikan kepastian rasa aman bagi kedua pihak.

“Berdasarkan SKB Tiga Menteri, Pemda hanya diberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan saja," kata Hartati.

Pemerintah Kabupaten Sintang tentu tidak boleh keluar dari SKB Tiga Menteri tersebut.

"Kita perlu melakukan pendekatan secara humanis kepada masyarakat di sana, untuk bisa memindahkan tempat ibadah," kata Hartati.

Ia mengungkapkan, Kabupaten Sintang pernah mengeluarkan SKB 7 Komponen pada 18 Februari 2005.

Komponen yang dimaksudkan tersebut terdiri atas Bupati Sintang, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, Kepala Kepolisian, Kodim, Kepala Kantor Kemenag, dan Ketua MUI.

"Isinya memang melarang aktivitas Ahmadiyah. Tetapi berdasarkan SKB Tiga Menteri tahun 2008, kita tidak boleh melarang mereka," tutup Hartati.***

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler