“Yang perlu diingat lagi, kekebalan tubuh tidak ada hubungan dan pengaruhnya ke preferensi seksual seseorang. Kedua hal ini sama sekali tidak berkaitan sehingga kabar tersebut dapat dipastikan sebagai hoaks,” terangnya.
Dokter Sara juga menambahkan, “Sampai saat ini, kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI vaksin COVID-19 cuma keluhan sementara yang sifatnya ringan. Misalnya saja, orang mengalami demam dan pegal di lokasi suntik.”
Bila vaksin COVID-19 tidak memberikan efek samping seperti yang dikatakan ulama asal Iran, bagaimana dengan vaksin yang lain?
Adakah jenis vaksin yang memang bisa memengaruhi hormon seseorang sehingga preferensi seksualnya berubah?
Baca Juga: Zero Kasus Covid-19, Tapi Pemerintah Korea Utara Pesan 2 Juta Vaksin
Dokter Sara menekankan, “Setahu saya tidak ada sampai sekarang. Tidak ada vaksin yang berpengaruh terhadap kondisi hormon seseorang dan mengubah preferensi seksnya.”
Di sisi lain, terdapat beberapa jenis vaksin yang memang biasanya lebih banyak didapatkan oleh LGBT.
Hal ini sempat diteliti dan dipublikasikan dalam jurnal PLoS One tahun 2019. Studi tersebut berjudul Vaccination Differences among U.S. Adults by Their Self-Identified Sexual Orientation, National Health Interview Survey, 2013–2015.
Menurut laporan riset, 51,6 persen wanita biseksual menerima vaksin HPV, sedangkan wanita heteroseksual hanya 40,2 persen.
Baca Juga: Beberapa Hal yang Harus Kamu Ketahui Tentang Vaksin Covid-19