Konsumsi Gula Meroket saat Kalsel Banjir 2021, Aftahuddin: Bukan Minum Gula, Tapi Makan Gula

- 8 Februari 2021, 15:55 WIB
Ilustrasi gula.
Ilustrasi gula. /Pixabay/congerdesign

WARTA SAMBAS - Permintaan komoditas gula konsumsi meningkat tajam saat Kalimantan Selatan (Kalsel) banjir. Jauh lebih tinggi dari biasanya yang berkisar 2.000 ton per bulan. 

"Jadi bukan minum gula, tapi makan gula," seloroh Aftahuddin, Ketua Asosiasi Gula Bersatu Provinsi Kalsel, seperti dikutip WartaSambasRaya.com dari ANTARA, Senin 8 Februari 2021.

Aftahuddin berseloroh demikian, lantaran tingkat konsumsi gula di Kalsel sudah diluar nalar. Dengan jumlah penduduk yang hanya 4,5 juta jiwa, tetapi konsumsi gulanya jauh di atas 2.000 ton per bulan. 

Menurut Aftahuddin yang juga DPP Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI), meningkatnya konsumsi gula saat Kalsel banjir, lantaran banyak disumbangkan. 

Baca Juga: Banjir Kalsel Karena Luasan Hutan Alam Berkurang Drastis Sejak 1990

"Jadi banyak donatur yang menyumbang sembako juga gula bagi warga terdampak banjir di provinsi ini," jelas Aftahuddin.

Kendati seakan tidak percaya dengan peningkatan permintaan gula di saat Kalsel banjir itu, Aftahuddin memastikan, stok gula masih cukup dan harganya masih stabil. 

 

"Ya, paling Rp13 ribu per kilogramnya, tidak sampai seperti dulu ada sampai Rp18 ribu per kilogramnya," ungkap Aftahuddin.

Sebab, jelas dia, distribusi dari induk atau dari Jawa untuk Kalsel ini tidak ada kendala. "Jadi kita jamin stok gula aman di daerah kita, demikian juga untuk gula rafinasi bagi Usaha Kecil Menengah (UKM)," pungkas Aftahuddin.

Baca Juga: Instruksi Jokowi: Segera Perbaiki Sarana Penghubung yang Rusak Akibat Banjir Kalsel

Diberitakan sebelumnya, Kalsel banjir awal 2021 yang menyebabkan banyak warga mengungsi tersebut disebabkan beberapa faktor. Di antaranya berkurangnya hutan alam setempat. Bayangkan saja, hanya dalam kurun 29 tahun sejak 1990 hingga 2019, berkurang hingga 62,8 persen.

Kondisi luasan hutan alam seperti itu tidak sanggup menampung atau menyerap air akibat tingginya intensitas hujan di Kalsel yang mencapai 461 milimeter (mm) sejak 9 hingga 13 Januari 2021.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL KLHK), Karliansyah mengakui, dari evaluasi terhadap lokasi banjir di sepanjang alur Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, kondisi infrastruktur ekologisnya sudah tidak memadai.

Baca Juga: Banjir Kalsel ‘Putuskan’ Akses Utama ke Bandara Internasional Syamsudin Noor

Berdasarkan data KLHK, per 2019 luas hutan hanya 18,2 persen dari wilayah DAS Barito Kalsel. sisa didominasi pertanian lahan kering 21,4 persen, sawah 17,8 persen dan perkebunan 13 persen.

KLHK mencatat, penurunan luas hutan alam sejak 1990 sampai dengan 2019 mencapai 62,8 persen, dengan penurunan luas hutan terbesar terjadi pada periode 1990 sampai 2000.

Pada 1990 luas hutan di daerah tersebut 803.104 hektare. Sedangkan pada 2019 tersisa 333.149 hektare. Sementara luasan kawasan non-hutan pada 1990 mencapai 1.025.542 hektare, bertambah menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.

Selain kondisi infrasktruktur ekologis yang tidak memadai tersebut, Karliansyah mengatakan, terdapa faktor lain yang menyebabkan banjir besar di Kalsel saat ini, yakni anomali cuaca. Intensitas hujan kemarin lebih tinggi dibandingkan rata-rata hujan bulanan yang hanya mencapai 394 milimeter pada Januari 2020.***

 

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x