Utang Indonesia Meroket, Tapi Belum sampai Level Gagal Bayar

- 26 Juni 2021, 21:30 WIB
Utang Indonesia Meroket, Tapi Belum sampai Level Gagal Bayar
Utang Indonesia Meroket, Tapi Belum sampai Level Gagal Bayar /Pixabay

Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020, rasio defisit dan utang terhadap PDB Indonesia masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara. Namun trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai oleh pemerintah.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menyebutkan, indikator kerentanan utang 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF atau International Debt Relief (IDR) antara lain rasio debt service terhadap penerimaan 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF 25 sampai 35 persen.

Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan 19,06 persen juga melampaui rekomendasi IDR 4,6 sampai 6,8 persen dan rekomendasi IMF 7 sampai 10 persen.

Rasio utang terhadap penerimaan 369 persen, melampaui rekomendasi IDR 92 sampai 167 persen dan rekomendasi IMF 90 sampai 150 persen.

Selain itu, indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.

"Apa yang disampaikan BPK itu betul. Tetapi saya rasa belum komplit atau belum utuh. Satu, iya utang kita meningkat, tapi yang tidak disampaikan oleh BPK, utang Indonesia sebagian besar itu utang jangka panjang. Jadi, kita tidak bicara kita gagal bayar setahun dua tahun, ini adalah utang yang memang jatuh temponya 30 sampai 50 tahun," jelas Riefky.

Utang Indonesia tersebut digunakan untuk membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau usahanya terganggu karena pandemi Covid-19, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.

Utang juga digunakan untuk berbagai program strategis pemerintah seperti pembangunan infrastruktur dan juga membuat lapangan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kemampuan membayar utang Indonesia juga akan meningkat.

"Jadi, saya rasa ini isunya juga perlu didudukkan sesuai dengan konteksnya. Bahwa ini untuk kebutuhan yang urgent iya, bahwa ini tidak ada cara lain, iya, karena saat ini penerimaan pemerintah sangat tertekan selama pandemi. Namun, bahwa ini adalah utang yang bukan jatuh tempo dalam waktu dekat, itu juga perlu disampaikan," kata Riefky.

Kendati demikian, Riefky mengingatkan, Utang Indonesia ii harus dikelola secara sangat hati-hati dan disiplin, serta publik juga harus terus memantau pengelolaannya.

Halaman:

Editor: Mordiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah