Kim Jong-un Minta Rakyatnya Hemat Makanan sampai 2025, Proyeksi FAO: Korea Utara Minus 2 Bulan Konsumsi

- 29 Oktober 2021, 21:14 WIB
Pemimpin Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara, Kim Jong-un meminta rakyatnya menghemat makanan sampai 2025.
Pemimpin Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara, Kim Jong-un meminta rakyatnya menghemat makanan sampai 2025. /Dok. KCNA via Reuters

WARTA SAMBAS - Pemimpin Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara, Kim Jong-un meminta rakyatnya menghemat makanan sampai 2025.

Permintaan Kim Jong-un tersebut dikaitkan dengan rencana dibukanya kembali perbatasan Korea Utara dengan China yang ditutup sejak awal 2020 karena pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, keputusan Kim Jong-ung untuk menutup perbatasan dengan mitra utama dagangnya itu, secara perlahan membuat Korea Utara mengalami darurat pangan.

“Dua minggu lalu, mereka memberitahu pertemuan Unit Penjaga Lingkungan bahwa darurat pangan kami akan berlanjut hingga 2025," kata salah seorang penduduk Korea Utara, seperti dikutip WARTA SAMBAS dari Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul "Situasi Darurat Pangan, Kim Jong Un Minta Rakyatnya Menghemat Makanan hingga 2025", Jumat 29 Oktober 2021.

Otoritas setempat menyebutkan bahwa kemungkinan pembukaan kembali Bea Cukai antara Korea Utara dengan China sebelum 2025 sangatlah tipis.

Situasi pangan saat ini sudah jelas darurat dan rakyat berjuang dengan kekurangan yang dialaminya selama ini.

Namun otoritas Korea Utara menyuruh mereka untuk menghemat bahan makanan sampai 2025.

Baca Juga: Arab Saudi Buka Stiker Pembatas Jarak Salat di Masjidilharam, Mulai Hari Ini Terima Kapasitas Penuh

Terkait keputusan yang diambil itu, rakyat Korea Utara tidak bisa berbuat apa-apa selain merasa sangat putus asa.

Sejalan dengan itu, dilaporkan bahwa sudah ada rakyat Korea Utara yang mati kelaparan baru-baru ini.

Organisasi Pangan dan Pertaniaan Dunia (FAO) memproyeksikan Korea Utara kekurangan makanan sekitar 860 Ribu Ton. Jumlah tersebut untuk konsumsi sekitar 2 bulan.

Bersamaan dengan itu, diperkirakan sekitar 40 persen penduduk Korea Utara mengalami kekurangan gizi.

Baca Juga: Serangan Panah di Norwegia oleh Warga Denmark, 5 Orang Tewas dan 2 Luka-luka

Rezim Korea Utara saat ini pun memilih untuk menumbuhkan kemandirian dan mendorong rakyat untuk menanam tanaman sendiri.

Hal tersebut memicu kebencian yang cukup besar di tengah penduduk Korea Utara. Mereka merasa disuruh berjalan dengan lapar sampai 2025.

Sementara itu, Pemerintah Korea Utara menyalahkan faktor eksternal atas kurangnya makanan seperti sanksi AS dan PBB atau bencana alam.

Korena Utara terkena dampak parah oleh banjir tahun lalu dan lagi-lagi terjadi banjir dan kekeringan pada tahun 2021.

Dilansir GalamediaNews.com dalam artikel berjudul "Masyarakat Korea Utara Diambang 'Kematian', Kim Jong Un Minta Rakyatnya Irit Hingga 2025", April lalu pihak berwenang memberi peringatakan pada penduduk Korea Utara untuk bersiap menghadapi situasi ekonomi yang lebih sulit.

Beberapa penduduk mengatakan bahwa situasi saat ini sangat serius. Sehingga mereka tidak tahu apakah dapat bertahan hidup di musim dingin yang akan datang.

Penduduk dari Hoeyrong, kota perbatasan timur laut juga mengklaim bahwa warga Korea Utara curiga dengan rekam jejak Kim Jong-un terkait pandemi Covid-19.

Penduduk tidak mempercayai ucapan pihak berwenang mengenai situasi pandemi Covid-19 yang mereka sebutkan semakin parah di seluruh dunia.

“Kritik muncul bahwa penekanan pemerintah pada penghematan pangan mungkin karena Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un tidak menyadari betapa seriusnya situasi pangan," ujarnya.

Baca Juga: Nicke Widyawati Dinobatkan Jadi Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia, Peringkat 17 dari 100 Orang

“Mereka membenci tuntutan pihak berwenang yang tidak realistis, menanyakan seberapa ketat mereka bisa mengencangkan ikat pinggang,” sambungnya.

Salah satu pesan utama pemimpin Kim Jong-un dalam kongres kedelapan Partai Buruh Korea yaitu agar negara itu mengurangi ketergantungan pada impor.

Barang-barang kemanusiaan, hingga hari ini tidak dapat masuk ke negara itu karena dianggap sebagai impor pasokan non-esensial.

Negara ini juga mengalami sanksi internasional yang berasal dari program nuklirnya. Namun, salah seorang pengacara Argentina dan pelapor khusus PBB mendesak masyarakat internasional meninjau kembali hal itu, lantaran urgensi krisis pangan.***

Editor: Mordiadi

Sumber: Pikiran Rakyat Galamedia News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x