Ini Hukum Tradisi Mudik Lebaran dan Pentingnya Syariat Silaturahmi

- 29 April 2021, 18:38 WIB
Dokumentasi -Foto udara sejumlah kendaraan melaju di Jalan Layang MBZ (Mohamed Bin Zayed), Karawang, Jawa Barat, jelang larangan mudik Idul Fitri 2021.
Dokumentasi -Foto udara sejumlah kendaraan melaju di Jalan Layang MBZ (Mohamed Bin Zayed), Karawang, Jawa Barat, jelang larangan mudik Idul Fitri 2021. /Antara Foto/M Ibnu Chazar/

WARTA PONTIANAK – Tidak sedikit umat Islam yang mengira kalau mudik Lebaran terkait dengan ajaran Islam. Sehingga lebih banyak yang lebih antusias menyiapkan diri untuk pulang kampung ketimbang mengejar pahala puasa dan lailatul qard.

Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik Lebaran.

Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang. Sehingga tidak jarang pada hari lebaran, lembaga pegadaian menjadi tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang.

Sebagaimana dikutip WartaSambasRaya.com dari Almanhaj.or.id, mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena tidak ada satu perintahpun baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi.

Baca Juga: Desa Ini Siapkan ‘Rumah Angker’ untuk Karantina Warga yang Nekat Mudik

Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak, sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran, maka hal tersebut boleh-boleh saja.

Namun tatkala sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan istilah tradisi Islami, maka demikian itu bisa saja menciptakan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syariat merupakan perkara yang tertolak, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah) karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat“. [Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah].

Halaman:

Editor: Mordiadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x