Polemik Pencairan JHT, Suriansyah: Jangan Membuat Aturan yang Terlalu Membebani Buruh

17 Februari 2022, 18:22 WIB
Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Suriansyah meminta pemerintah mengubah kebijakan terkait syarat pencairan JHT untuk buruh atau pekerja /Mordiadi/Warta Sambas Raya

WARTA SAMBAS – Polemik pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan terus bergulir. Memunculkan gelombang protes di mana-mana.

Pasalnya, usia 56 tahun menjadi salah satu syarat bagi pekerja atau buruh yang ingin mencairkan JHT 100 persen.

Pekerja atau buruh bisa saja mencairkan JHT sebelum usia 56 tahun kalau mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri dari perusahaan.

Selain harus sudah 10 tahun menjadi peserta, JHT yang bisa dicairkan sebelum usia 56 tahun itu hanya 40 persen.

Baca Juga: Anggaran Sekretariat DPRD Provinsi Kalbar Tak Ambil Porsi Infrastruktur, Suriansyah: Tidak Ada Penambahan

Dana JHT 40 persen yang bisa dicairkan pekerja atau buruh itu hanya untuk kepemilikan rumah 30 persen dan kebutuhan lainnya 10 persen.

Sisanya 60 persen JHT tetap hanya bisa dicairkan ketika pekerja atau buruh sudah berusia 56 tahun. Kalau keburu meninggal, bisa diklaim ahli warisnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Suriansyah menilai, kebijakan mengenai JHT ini sangat meresahkan para buruh.

"Buruh resah, karena gajinya dipotong untuk premi asuransi dalam bentuk JHT. Tetapi baru dapat menikmatinya ketika sudah berumur 56 tahun," kata Suriansyah, ditemui di ruang kerjanya, Kamis 17 Februari 2022.

Baca Juga: Persyaratan Kartu Vaksin Masih Berat, Suriansyah: Jangan sampai Jadi Penghalang Mendapatkan Pelayanan Publik

Sementara, kata Legislator Gerindra ini, buruh yang kehilangan pekerjaan atau tidak lagi produktif sebelum usia 56 tahun itu juga memiliki banyak kebutuhan.

"Alangkah bijaksananya kalau pemerintah tidak membuat aturan seperti itu. Jangan membuat aturan yang terlalu membebani buruh," kata Suriansyah.

Ia mengungkapkan, secara nasional Partai Gerindra sudah meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membatalkan kebijakan terkait pencairan JHT ini. 

"Kami di daerah juga mendukung pembatalan kebijakan itu," kata Suriansyah.

Baca Juga: Siapkan Hotline dan URC Penanganan Covid-19 di Kalimantan Barat, Suriansyah: Supaya Lebih Proaktif

Seyogianya, menurut Suriansyah, dalam membuat kebijakan pemerintah memberikan alternatif untuk pencairan JHT tersebut.

"Bisa saja ada buruh yang setuju JHT cair di usia 56 tahun. Tetapi jangan menghalangi buruh yang ingin memanfaatkannya ketika mereka membutuhkan," ucap Suriansyah.

Legislator Kalbar Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Sambas ini berharap pemerintah membuat kebijakan yang fleksibel terkait pencairan JHT ini.

"Saya pikir kalau dibuat fleksibel akan lebih baik. Apalagi buruh ini hanya wajib asuransi JHT, tidak ada alternatif lain," tutur Suriansyah.

Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat 2022 Capai 5,42 Persen, Suriansyah: Kita Optimis

Bagaimana pun juga, tegas Suriansyah, JHT itu pada dasarnya merupakan uang buruh juga. Berbeda kalau semua iurannya ditanggung perusahaan.

"Hal semacam ini hendaknya menjadi pertimbangan pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan terkait JHT tersebut," kata Suriansyah.

Seperti diketahui, aturan terkait JHT ini kerap berubah-ubah di masa pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Awal periode pertama menjadi Presiden, Jokowi menerbitkan PP Nomor 48 Tahun 2015 yang menyebutkan JHT baru bisa cair ketika peserta memasuki usia 56 tahun.

Aturan ini mendapat penolakan publik, baik melalui petisi secara online maupun kritik di berbagai media massa.

Baca Juga: DPRD Kalbar Panggil Paksa Pembuat Keputusan PT BPK Kubu Raya, Suriansyah: Kita Bisa Meminta Bantuan Polisi

Respon publik ini memaksa Jokowi untuk memerintahkan Menteri Ketanagakerjaan (Menaker) saat itu Hanif Dhakiri merevisi aturan tersebut.

Maka terbitlah PP Nomor 60 Tahun 2015 pada 12 Agustus 2015 yang menyebutkan JHT bisa dicairkan ketika buruh keluar dari perusahaan.

Menaker Hanif Dhakiri menindaklanjuti PP Nomor 60 Tahun 2015 itu dengan menerbitkan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Sekitar tujuh tahun setelahnya, Menaker Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Baca Juga: Indonesia Terpilih Jadi Anggota Reguler Governing Body ILO 2021-2024, Ini Kata Menaker Ida Fauziyah...

Lagi-lagi aturan baru ini mencantumkan syarat usia 56 tahun bagi buruh yang ingin mencairkan JHT.

Publik kembarli bereaksi. Setidaknya 401.281 orang menandatangani petisi online, menuntut pencabutan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sampai menggelar demonstrasi di Kantor Kemenaker di Jakarta.

Di tengah deras arus protes, Menaker Ida Fauziyah pun menyampaikan keterangan pers bahwa JHT masih bisa dicairkan sebelum usia 56 tahun.

Baca Juga: Kartu Kuning Gratis, Ida Fauziyah: Petugas yang Meminta Pungutan akan Dikenakan Sanksi Tegas

Tetapi harus memenuhi aturan baru yang diterbitkannya, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program JHT.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini ditetapkan pada 2 Februari 2022 dan diundangkan pada 4 Februari 2022.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini merupakan revisi dari Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.

Ida menjelaskan, aturan baru ini terbit setelah melalui proses dan waktu yang cukup panjang.

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah Buka Posko THR Keagamaan 2021

Kemenaker telah mempertimbangkan hasil kajian, diskusi dan konsultasi sebelum menerbitkan aturan baru ini.

Konsultasi yang dilakukannya, seperti kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Forum Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.

Termasuk pula mempertimbangkan hasil rapat antarkementerian atau lembaga, baik untuk koordinasi maupun harmonisasi peraturan dan lainnya.

Aturan baru ini, kata Ida, juga mempertimbangkan perkembangan di bidang perlindungan sosial, yaitu lahirnya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah Imbau TKI Tak Pulang Kampung atau Mudik Lebaran Idulfitri

JKP ini merupakan program jaminan sosial yang khusus untuk mengkaver risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bisa dicarikan Februari 2022 ini.

Selain itu, lanjut Ida, juga mempertimbangkan keberadaan berbagai program bantuan yang bersifat jangka pendek.

Misalnya Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang telah disalurkan kepada buruh terdampak pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021.

Ida menjelaskan, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang beru diterbitkannya merupakan amanat PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Program JHT.

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Dilanjutkan? Begini kata Menaker Ida Fauziyah

Pada tahun yang sama PP tersebut diubah dengan PP Nomor 60 Tahun 2015 yang kemudian disusul dengan terbinya Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Terbitnya PP tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem JSN atau UU SJSN.

"Jadi kalau dilihat dari sudut pandang peraturan peraturan perundang-undangan, ini merupakan satu kesatuan yang mengatur JHT," jelas Ida.

Menurutnya, JHT merupakan salah satu program jaminan sosial yang teritegrasi dengan program jaminan sosial lainnya. Jangan sampai tumpang tindih.

Ida mengatakan, program JHT dibangun berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

Prinsipnya, manfaat JHT itu berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.

Sesuai UU SJSN, kata Ida, setelah waktu tertentu peserta dapat mengklaim sebagian manfaat JHT.

"Apabila manfaat JHT kapanpun bisa diklaim 100 persen, maka tujuan tidak akan tercapai," kata Ida.

Sehingga usia 56 tahun pun dijadikan syarat untuk bisa menerima manfaat JHT 100 persen.

Bagi peserta yang meninggal dunia, ahli warisnya dapat langsung mengajukan klaim JHT tersebut.

Sedangkan bagi pekerja yang mengalami cacat total tetap, dapat mengajukan klaim satu bulan setelah penetapan catat total tersebut.

Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2015, pencairan JHT bisa dilakukan sebelum usia 56 tahun apabila telah menjadi peserta minimal 10 tahun.

Bagi yang belum masuk usia 56 tahun mendapatkan PHK atau mengundurkan diri, bisa menerima manfaat JHT, 30 persen untuk pemilihkan rumah dan 10 persen untuk kebutuhan lainnya.

Peserta yang di-PHK juga berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja. 

Kemudian uang penggantian hak bagi pekerja PKWTT atau berhak atas uang kompensasi bagi pekerja PKWT.

Ida mengungkapkan, pemerintah memiliki program JKP, tanpa adanya penambahan iuran baru.

Iurannya dibayarkan pemerintah setiap bulan. Pemerintah sudah mengeluarkan dana awal Rp6 Triliun untuk program JKP ini.***

Editor: Mordiadi

Tags

Terkini

Terpopuler